Electronegativitas , jari-jari ion

Electronegativitas
adalah kemampuan suatu atom atau kumpulan atom untuk menarik electron terluarnya baik yang dugunakan untuk ikatan atau kumpulan atom tersebut , sehingga atom tersebut cenderung bermuatan negatif

1.Dalam satu golongan atom , semakin kebawah keeletronegativitasan sebuah atom akan semakin besar . ini dikarenakan jari-jari atau kulit electron makin banyak sehingga elecron terluarnya yang terlibat dalam pembentukan ikatan makin jauh dari inti , walau jumlah proton makin banyak pula . Pengaruh penambahan kulit lebih berpengaruh dari pada penambahan jumlah proton .

2.Dalam satu periode sebuah atom , dari kiri ke kanan keelectronegativitasan sebuah atom akan semakin besar. Ini dipengaruhi oleh jumlah proton dalam inti atom dan oleh jumlah kulit electron. Jumlah proton makin naik berarti muatan positif inti makin besar , oleh karena itu suatu tarikan akan meningkat .




Jari-Jari Ion
jari-jari ion terdefinisikan menjadi dua yaitu jari-jari ion positif dan jari-jari ion negatif

1.Jari-jari ion positif
Jari-jari ion positif selalu lebih pendek dari jari-jari atom netralnya , karena pada ion positif , atom kehilangan electron tetapi jumlah protonya tetap , sehingga electron akan lebih kuat di tarik proton . akibatnya jari-jari ion positif makin pendek .

2.Jari-jari ion negatif
Jari-jari ion negatif selalu lebih panjang dari jari-jari atom netralnya , karena pada ion negatif , atom mendapatkan tambahan electron tetapi jumlah protonya tetap , sehingga electron akan lebih berat tertarik oleh proton. Akibatnya jari-jari ion negatif semakin panjang .

ikatan ion dan kovalen

Perbedaan antara ikatan ion dan ikatan kovalen
No ION KOVALEN
1 Pada suhu kamar berwujud padat pada suhu kamar berwujud gas, cair (Br2), dan ada yang padat (I2)
2 Struktur kristalnya keras tapi rapuh padatannya lunak dan tidak rapuh
3 Mempuyai titik didih dan titik leleh tinggi mempunyai titik didih dan titik leleh rendah
4 Larut dalam pelarutan air tetapi tidak larut dalam pelarut organik larut dalam pelarut organik tapi tidak larut dalam air
5 Tidak menghantarkan listrik pada fase padat, tetapi pada fase cair (lelehan) dan larutannya menghantar listrik. umumnya tidak menghantarkan listrik


Sifat-sifat senyawa Ion sebaga berikut :
1) Senyawa ionik cenderung mempunyai konduktivitas listrik sangat rendah seperti padatan, tetapi manghantar listrik sangat baik pada keadaan leburannya. Daya hantar listrik ini diasosiasikan dengan adanya ion – ion positif atau negatif yang bergerak bebas karena pengaruh medan listrik. Dalam keadaan padat, ion – ion ini diikat kuat dalam kisi, tidak mengalami migrasi atau perpindahan, dan juga tidak membawa arus listrik. Sebagai catatan, sesungguhnya tidak ada bukti yang mutlak adanya adanya ion – ion dalam padatan, misalnya NaCl,. Kenyataan bahwa ion – ion didapat dalam larutan (air) bukan merupakan bukti bahwa ion – ion yang bersangkutan juga ada dalam kristal padatannya. Keberadaan ion – ion dala padatan hanyalah merupakan asumsi saja berdasarkan sifat – sifat yang diinterpretasikan dengan gaya tarik – menarik elektrostasik.
2) Senyawa ionik cenderung mempunyai titik leleh tinggi; ikatan ionik biasanya sangat kuat dan terarah ke segala arah. Ini bukan berarti bahwa ikatan ionik sangat lebih kuat daripada ikatan kovalen, melainkan karena sebaran arah ikatan ke segala arah inilah yang merupakan faktor penting kaitannya dengan tingginya titik leleh .
3) Senyawa ionik biasanya sangat keras tetapi rapuh. Kekerasan senyawa ionik mengikuti konsekuensi argumen di atas sekalipum perlakuannya melalui pemisahan secara mekanik daripada pemisahan secara termal terhadap gaya tarik – menarik antar ion. Jika cukup gaya untuk menggeser sedikit ion – ion (misalnya dalam unit sel NaCl, panjang ikatan menjadi memendek separohnya), maka gaya tarik – menarik mula – mula akan berubah menjadi gaya tolak – menolak karena kontak antar anion dan antar kation menjadi lebih signifikan..
4) Senyawa ionik biasanya larut dalam pelarut polar dengan permitivitas (tetapan dielektrikum) tinggi.

Sifat-sifat senyawa kovalen sebagai berikut.
1. Pada suhu kamar umumnya berupa gas (misal H2, O2, N2, Cl2, CO2), cair (misalnya: H2O dan HCl), ataupun berupa padatan.
2. Titik didih dan titik lelehnya rendah, karena gaya tarik-menarik antarmolekulnya lemah meskipun ikatan antaratomnya kuat.
3. Larut dalam pelarut nonpolar dan beberapa di antaranya dapat berinteraksi dengan pelarut polar.
4. Larutannya dalam air ada yang menghantar arus listrik (misal HCl) tetapi sebagian besar tidak dapat menghantarkan arus listrik, baik padatan, leburan, atau larutannya.
Anda dapat memprediksi ikatan kimia apabila mengetahui konfigurasi elektron dari atom unsur tersebut (elektron valensinya). Dari situ akan diketahui jumlah kekurangan elektron masing-masing unsur untuk mencapai kaidah oktet dan dupet (kestabilan struktur seperti struktur elektron gas mulia). Jarak antara dua inti atom yang berikatan disebut panjang ikatan.Hal ini disebabkan senyawa kovalen tidak mengandung ion-ion sehingga posisi molekulnya tidak berubah (stabil)

postulat dalton dan kelemahanya ...

Postulat Dasar dari Teori Atom Dalton :
1) Setiap materi terdiri atas partikel yang disebut atom
2) Unsur adalah materi yang terdiri atas sejenis atom
3) Atom suatu unsur adalah identik tetapi berbeda dengan atom unsur lain ( Atom dari unsur yang berbeda memiliki masa dan sifat yang berbeda pula )
4) Senyawa adalah materi yang terdiri atas 2 atau lebih jenis atom dengan perbandingan tertentu
5) Atom tidak dapat diciptakan atau dimusnahkan dan tidak dapat diubah menjadi atom lain melalui reaksi kimia biasa. Reaksi kimia hanyalah penataan ulang ( reorganisasi ) atom-atom yang terlibat dalam reaksi tersebut


Kelemahan dari postulat teori Atom Dalton :
1) Atom bukanlah sesuatu yang tak terbagi, melainkan terdiri dari partikel subatom
2) Atom-atom dari unsur yang sama, dapat mempunyai massa yang berbeda ( disebut Isotop )
3) Atom dari suatu unsur dapat diubah menjadi atom unsur lain melalui Reaksi Nuklir
4) Beberapa unsur tidak terdiri dari atom-atom melainkan molekul-molekul

Teori Kehidupan by Stanley Miller

Eksperimen Stanley Miller


Miller adalah murid Harold Urey yang juga tertarik terhadap masalah asal usul kehidupan. Didasarkan informasi tentang keadaan planet bumi saat awal terbentuknya, yakni tentang keadaan suhu, gas-gas yang terdapat pada atmosfer waktu itu, dia mendesain model alat laboratorium sederhana yang dapat digunakan untuk membuktikan hipotesis Harold Urey.

Kedalam alat yang diciptakannya, Miller memasukan gas Hidrogen, Metana, Amonia, dan Air. Alat tersebut juaga dipanasi selama seminggu, sehingga gas-gas tersebut dapat bercampur didalamnya. Sebagai pengganti energi listrik halilintar, Miller mengaliri perangkat alat tersebut dengan loncatan listrik bertegangan tinggi. Adanya aliran listrik bertegangan tinggi tersebut menyebabkan gas-gas dalam alat Miller bereaksi membentuk suatu zat baru. Kedalam perangkat juga dilakukan pendingin, sehingga gas-gas hasil reaksi dapat mengembun.
Pada akhir minggu, hasil pemeriksaan terhadap air yang tertampung dalam perangkap embun dianalisis secara kosmografi. Ternyata air tersebut mengandung senyawa organic sederhana, seperti asam amino, adenine, dan gula sederhana seperti ribose. Eksperimen Miller ini dicoba beberapa pakar lain, ternyata hasilnya sama. Bila dalam perangkat eksperimen tersebut dimasukkan senyawa fosfat, ternyata zat-zat yang dihasilkan mengandung ATP, yakni suatu senyawa yang berkaitan dengan transfer energi dalam kehidupan. Nukleotida adalah suatu senyawa penyusun utama ADN (Asam Deoksiribose Nukleat) dan ARN (Asam Ribose Nukleat), yaitu senyawa khas dalam inti sel yang mengendalikan aktivitas sel dan pewarisan sifat.
Eksperimen Miller dapat memberiakan petunjuk bahwa satuan- satuan kompleks didalam sistem kehidupan seperti Lipida, Karbohidrat, Asam Amino, Protein, Mukleotida dan lain-lainnya dapat terbentuk dalam kondisi abiotik. Hasil dari percobaan ini adalah senyawa organik dapat terbentuk secara bertahap, yakni dimulai dari bereaksinya gas-gas diatmosfer purba dengan energi listrik halilintar. Selanjutnya semua senyawa tersebut bereaksi membentuk senyawa yang lebih kompleks dan terkurung dilautan. Akhirnya membentuk senyawa yang merupakan komponen sel.



Pendapat

Eksperimen Miller berusaha membuktikan bahwa asam amino dapat terbentuk dengan sendirinya dalam kondisi bumi purba. Namun, eksperimen ini tidak konsisten dalam sejumlah hal:

1.Dengan menggunakan mekanisme cold trap, Miller mengisolasi asam-asam amino dari lingkungannya segera setelah mereka terbentuk. Jika dia tidak melakukannya, kondisi lingkungan tempat asam amino terbentuk akan segera menghancurkan molekul ini.

2.Bumi teradiasi ultra-violet 10.000 kali lebih besar daripada perkiraan evolusionis. Radiasi ultra-violet yang intens ini membebaskan oksigen dengan cara menguraikan uap air dan karbon dioksida dalam atmosfir. Situasi ini secara telak membantah eksperimen Miller yang sama sekali mengabaikan oksigen. Jika oksigen digunakan dalam eksperimen tersebut, metan akan terurai menjadi karbon dioksida dan air, dan amonia menjadi nitrogen dan air. Selain itu, dalam lingkungan tanpa oksigen, juga tidak akan ada lapisan ozon. Tanpa perlindungan lapisan ozon, asam-asam amino akan segera hancur oleh sinar ultraviolet yang sangat intens. Dapat dikatakan, dengan atau tanpa oksigen di bumi purba, hasilnya sama, lingkungan yang sangat destruktif bagi asam amino.

3.Pada akhir eksperimen Miller, terbentuk banyak asam organik yang bersifat merusak struktur dan fungsi makhluk hidup. Jika asam amino tidak diisolasi dan tetap berada di dalam lingkungan yang sama dengan senyawa-senyawa ini, reaksi kimia yang terjadi akan menghancurkan atau mengubah asam amino menjadi senyawa lain.

Selain itu, di akhir eksperimen ini terbentuk sejumlah besar asam amino Dextro. Keberadaan asam amino ini dengan sendirinya menyangkal teori evolusi, karena asam amino Dextro tidak berfungsi dalam pembentukan sel makhluk hidup. Kesimpulannya, kondisi-kondisi di mana asam amino terbentuk dalam eksperimen Miller, tidak cocok bagi kehidupan. Kenyataannya, medium ini merupakan campuran asam yang meng-hancurkan dan mengoksidasi molekul-molekul berguna yang diperoleh.

Semua fakta ini menunjukkan satu hal yang jelas: eksperimen Miller tidak dapat digunakan sebagai bukti bahwa makhluk hidup terbentuk secara kebetulan dalam kondisi bumi purba. Keseluruhan eksperimen ini tidak lebih dari sebuah eksperimen laboratorium yang terkontrol dan terarah untuk mensintesis asam amino.